Haji sebagai salah satu rukun Islam kelima, merupakan suatu bentuk ibadah tertinggi diantara ibadah - ibadah lainnya kepada Allah SWT bagi seluruh umat Islam sedunia. Ibadah haji ini menjadi sebuah pejalanan suci yang diwajibkan bagi mereka yang telah mampu, baik dari kemampuan kesiapan fisik dan mental maupun segi materi (biaya) serta memiliki pengetahuan tentang manasik dan perjalanan ibadah haji.
Lahirnya Undang - Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, menjadi tugas nasional pihak pemerintah yang dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Keputusan Menteri Agama Nomor 224 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Nomor 371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh adalah sebagai hasil penyempurnaann Dasar Hukum dan Sistem Penyelenggaraan Ibadah Haji di masa sekarang. Hal ini menjadikan kedudukan hukum tentang perhajian di Indonesia dapat semakin kuat, yang mengarah kepada penyelenggaraan haji menjadi semakin mapan dan transparan.
Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduk beragama Islam, di setiap tahunnya selalu bertambah jumlah masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Tentunya untuk mewujudkan keinginan dan harapan mereka akan ibadah ini, maka pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas kemudahan, keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga negara yang menunaikan ibadah haji. Penerbitan buku - buku paket bimbingan haji merupakan salah satu substansi bentuk pembinaan tehadap jamaah haji yang ditetapkan dalam Undang-Undang penyelenggaraan haji. Buku - buku tersebut diberikan kepada calon jemaah haji Indonesia sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci, terdiri dari 4 macam judul buku diantaranya Panduan Perjalanan Haji, Bimbingan Manasik Haji, Hikmah Ibadah Haji, serta Doa dan Zikir Ibadah Haji, yang diharapkan oleh pemerintah bisa menjadi acuan pokok didalam pelaksanaan ibadah haji.
Hal ini bila kita diperhatikan, dari kebanyakan orang memulai mempelajari tentang manasik ibadah haji atau bahkan ingin mengenalnya setelah diri mereka memiliki niat dan mendaftar menjadi calon jamaah haji dengan maksud beribadah ke Tanah Suci. Hal itu sangatlah beralasan, karena umumnya sebagian orang menganggap bahwa ibadah haji itu termasuk dalam ibadah yang berat dan hanya bisa dilakukan bagi yang telah mampu/memiliki kehidupan ekonomi yang layak dan belum tentu juga semua orang bisa melakukannya. Padahal tidak demikian, untuk sekedar mengenal atau mempelajari bagaimana ritual pelaksanaan ibadah Haji tidaklah harus menunggu setelah kita beranjak dewasa dan memiliki niat untuk pergi haji. Karena bukan hal baru lagi di usia baligh (dewasa) seperti kita, untuk mendapatkan pengetahuan seputar ibadah haji pun gampang dilakukan dengan banyak cara, bisa dari buku-buku pengantar haji atau lewat tontonan televisi maupun bentuk VCD manasik haji. Kenapa tidak, apabila pengetahuan haji ini bisa kita arahkan sejak masa kanak-kanak. Tentu hal itu akan menjadi sesuatu (ilmu) dan pengalaman yang sangat berharga bagi mereka.
Alangkah efektif dan tentu tidak akan sia-sia, bila kita bisa memberi kesempatan lebih dini kepada usia kanak-kanak, melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu menumbuhkan dan mengembangkan segala potensinya. Dalam hal ini, bentuk pendidikan tersebut berupa pengenalan mengenai ibadah haji yang ditargetkan kepada golongan anak usia dini khususnya 4-6 tahun (pra sekolah). Hal ini bisa dilakukan melalui bentuk pengenalan, dengan cara memberikan gambaran mengenai apa dan bagaimana sebenarnya ibadah haji itu serta rangkaian kegiatan apa yang harus dilakukan didalam prosesi ibadah tersebut. Dengan adanya pemberian rangsangan ini, tentu kemampuan si anak juga akan cepat terangsang daya pikirnya, dan mereka akan selalu berusaha mencari tahu jawaban pertanyaan “mengapa” tentang materi (pelajaran) yang diberikan, berkaitan dengan ibadah haji.
Otak seorang anak dapat dianalogikan seperti sebuah komputer. Semakin banyak "input" yang dimasukkan ke dalam otaknya, maka akan semakin banyak dan semakin baik "output" yang dihasilkan. Ini artinya, bila anak diberi kesempatan yang banyak untuk "memprogram" otaknya yaitu dengan memberi masukan sensorik dan motorik maka kecerdasannya akan jauh lebih berkembang
(Dr. Leon Eisenberg, Psikiater Anak dari Universitas John Hopkins)
Dengan upaya/langkah awal yang baik melalui pemberian rangsangan pendidikan seperti pengenalan ibadah haji kepada masa usia pra sekolah (4-6 tahun), nantinya bisa sangat berarti bagi pengetahuan dan pengembangan seluruh potensi si anak didalam menyiapkan ke jenjang pendidikan dasar serta akan berguna kelak jika mereka telah dewasa dan berkeinginan (niat) untuk melaksanakan ibadah haji.
Kita menyadari bahwa usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa dimana terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama bagi si anak didalam mengembangkan kemampuan fisik/motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan, bahwa usia kanak-kanak memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi. Maka hal tersebut sebaiknya tidak boleh diabaikan atau dianggap hal biasa, dan seharusnya ada suatu upaya pendidikan yang memadai pada masa itu.
Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi (30 Juni 2006) “Pada usia yang sangat dini sedang terbentuk berbagai potensi anak. Kecerdasan anak atau kemampuan belajar anak itu 50 persen sudah terbentuk pada empat tahun pertama,"
Namun demikian, sebagian besar orang tua maupun pendidik masih kurang memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki usia kanak-kanak ini. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan pendidik akan pentingnya rangsangan pendidikan di usia dini, menyebabkan potensi yang dimiliki anak kurang berkembang. Hal lain yang turut berpengaruh adalah dari keluarga dan masyarakat, harus ikut berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, mereka harus dapat memberikan contoh yang baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orangtua pun juga perlu mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi terkini, baik melalui media massa ataupun media elektronik. Sehingga diharapkan, orangtua bisa menjadi pusatnya informasi (tempat bertanya) yang efektif bagi anak mereka.
Perlu peningkatan pemahaman orang tua dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan usia dini, dan Pemerintah juga harusnya mulai menyentuh soal ini dengan serius. Sarana dan prasarana untuk pendidikan usia dini ini masih jauh dari harapan.
(Fasli Jalal, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 10 Mei 2006)
Terkait dengan pemberian rangsangan pendidikan yang ditargetkan pada anak usia 4-6 tahun (pra sekolah) mengenai ibadah haji, ternyata ditemui kendala yang disebabkan oleh masih minimnya jumlah lembaga baik formal maupun non formal di dalam hal memberikan materi pengenalan ibadah haji. Meskipun ada, hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal, sehingga tidak semua khalayak sasaran bisa mendapatkan materi seperti itu. Selain itu, bentuk penyampaian media yang ada sekarang ini untuk menginformasikan pengetahuan ibadah haji masih terbatas. Sebagian berupa buku cerita yang hanya sekedar menerangkan melalui gambar namun tidak mengajak si anak ikut terlibat bentuk latihan di dalamnya. Sebagian yang lain berupa media VCD (Video Compact Disk) ibadah haji untuk anak, namun kurang efisien karena untuk menjalankannya harus membutuhkan perangkat komputer atau player VCD dan melihat kinerja alatnya juga kurang cocok dari sisi keamanannya.
Maka didalam menyampaikan informasi pengetahuan mengenai pengenalan ibadah haji untuk anak pra sekolah (4-6 tahun), dibutuhkan sebuah media yang efektif dan tepat sasaran. Dimana media tersebut dapat memberikan pengetahuan yang jelas mengenai tata cara pelaksanaan ritual dari ibadah haji, dan sekaligus mengajari anak dalam mengembangkan kemampuan dasar melalui latihan pembelajaran kreatif (bentuk latihan tersebut tidak mengupayakan anak langsung menerima jawaban, tetapi memberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikan dengan caranya sendiri).