Sabtu, 01 September 2012

Anakmu bukanlah milikmu,
Mereka adalah putra putri Sang Hidup,
Yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
Tetapi bukan dari engkau,
Mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu,
Namun jangan sodorkan pemikiranmu,
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya,
Namun tidak bagi jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
Yang tiada dapat kau kunjungi,
Sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
Namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu,
Anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasanya,
Hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
Sebagaimana dikasihi-Nya pula busur yang mantap.

Oleh Kahlil Gibran


Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri

Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawaan

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
Makam Bung Karno di Blitar merupakan tempat yang selalu ramai di kunjungi, baik oleh peziarah maupun oleh wisatawan. terletak di Bendogerit, Kecamatan Sanawetan - Blitar, di Makam Bung Karno juga terdapat sebuah museum tempat koleksi barang-barang peninggalan beliau seperti Keris, Baju Kebesaran, Lukisan Bung Karno, dll. yang paling menarik dari Museum Bung Karno adalah sebuah lukisan Bung Karno, jika anda melihat lukisan tersebut dari sudut pandang tertuntu dan mem-fokus kan mata anda pada jantung lukisan tersebut maka anda akan melihat jantung Bung Karno dalam lukisan masih berdetak!



Sudah banyak yang mempertanyakan fenomena ini, kalau kata si penjaga makam lukisan tersebut merupakan lukisan keramat, penjaga makam banyak bercerita tentang hal-hal gaib / mistis soal lukisan Bung Karno tersebut. Bung Karno merupakan orang yang sangat memperhatikan nilai budaya dan banyak mempraktekkan tradisi kejawen yang sarat dengan nilai-nilai mistis / spiritual. karena itu Bung Karno banyak meninggkalkan benda-benda yang dianggap keramat. dan mungkin karena itu pula pengunjung dilarang mengambil gambar dalam museum.

Di kompleks Makam Bung Karno banyak penjual oleh-oleh dan souvenir khas Blitar, jadi pengunjung selain bisa menikmati pesona mistis makam Bung Karno juga bisa berwisata kuliner atau membawa pulang souvenir khas Blitar.


Penulis : Ari Panjang
Haji sebagai salah satu rukun Islam kelima, merupakan suatu bentuk ibadah tertinggi diantara ibadah - ibadah lainnya kepada Allah SWT bagi seluruh umat Islam sedunia. Ibadah haji ini menjadi sebuah pejalanan suci yang diwajibkan bagi mereka yang telah mampu, baik dari kemampuan kesiapan fisik dan mental maupun segi materi (biaya) serta memiliki pengetahuan tentang manasik dan perjalanan ibadah haji.

Lahirnya Undang - Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, menjadi tugas nasional pihak pemerintah yang dalam hal ini Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Keputusan Menteri Agama Nomor 224 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan dengan Nomor 371 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh adalah sebagai hasil penyempurnaann Dasar Hukum dan Sistem Penyelenggaraan Ibadah Haji di masa sekarang. Hal ini menjadikan kedudukan hukum tentang perhajian di Indonesia dapat semakin kuat, yang mengarah kepada penyelenggaraan haji menjadi semakin mapan dan transparan.

Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduk beragama Islam, di setiap tahunnya selalu bertambah jumlah masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji. Tentunya untuk mewujudkan keinginan dan harapan mereka akan ibadah ini, maka pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas kemudahan, keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan oleh setiap warga negara yang menunaikan ibadah haji. Penerbitan buku - buku paket bimbingan haji merupakan salah satu substansi bentuk pembinaan tehadap jamaah haji yang ditetapkan dalam Undang-Undang penyelenggaraan haji. Buku - buku tersebut diberikan kepada calon jemaah haji Indonesia sebelum keberangkatannya ke Tanah Suci, terdiri dari 4 macam judul buku diantaranya Panduan Perjalanan Haji, Bimbingan Manasik Haji, Hikmah Ibadah Haji, serta Doa dan Zikir Ibadah Haji, yang diharapkan oleh pemerintah bisa menjadi acuan pokok didalam pelaksanaan ibadah haji.


Hal ini bila kita diperhatikan, dari kebanyakan orang memulai mempelajari tentang manasik ibadah haji atau bahkan ingin mengenalnya setelah diri mereka memiliki niat dan mendaftar menjadi calon jamaah haji dengan maksud beribadah ke Tanah Suci. Hal itu sangatlah beralasan, karena umumnya sebagian orang menganggap bahwa ibadah haji itu termasuk dalam ibadah yang berat dan hanya bisa dilakukan bagi yang telah mampu/memiliki kehidupan ekonomi yang layak dan belum tentu juga semua orang bisa melakukannya. Padahal tidak demikian, untuk sekedar mengenal atau mempelajari bagaimana ritual pelaksanaan ibadah Haji tidaklah harus menunggu setelah kita beranjak dewasa dan memiliki niat untuk pergi haji. Karena bukan hal baru lagi di usia baligh (dewasa) seperti kita, untuk mendapatkan pengetahuan seputar ibadah haji pun gampang dilakukan dengan banyak cara, bisa dari buku-buku pengantar haji atau lewat tontonan televisi maupun bentuk VCD manasik haji. Kenapa tidak, apabila pengetahuan haji ini bisa kita arahkan sejak masa kanak-kanak. Tentu hal itu akan menjadi sesuatu (ilmu) dan pengalaman yang sangat berharga bagi mereka.

Alangkah efektif dan tentu tidak akan sia-sia, bila kita bisa memberi kesempatan lebih dini kepada usia kanak-kanak, melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu menumbuhkan dan mengembangkan segala potensinya. Dalam hal ini, bentuk pendidikan tersebut berupa pengenalan mengenai ibadah haji yang ditargetkan kepada golongan anak usia dini khususnya 4-6 tahun (pra sekolah). Hal ini bisa dilakukan melalui bentuk pengenalan, dengan cara memberikan gambaran mengenai apa dan bagaimana sebenarnya ibadah haji itu serta rangkaian kegiatan apa yang harus dilakukan didalam prosesi ibadah tersebut. Dengan adanya pemberian rangsangan ini, tentu kemampuan si anak juga akan cepat terangsang daya pikirnya, dan mereka akan selalu berusaha mencari tahu jawaban pertanyaan “mengapa” tentang materi (pelajaran) yang diberikan, berkaitan dengan ibadah haji.

Otak seorang anak dapat dianalogikan seperti sebuah komputer. Semakin banyak "input" yang dimasukkan ke dalam otaknya, maka akan semakin banyak dan semakin baik "output" yang dihasilkan. Ini artinya, bila anak diberi kesempatan yang banyak untuk "memprogram" otaknya yaitu dengan memberi masukan sensorik dan motorik maka kecerdasannya akan jauh lebih berkembang
(Dr. Leon Eisenberg, Psikiater Anak dari Universitas John Hopkins)

Dengan upaya/langkah awal yang baik melalui pemberian rangsangan pendidikan seperti pengenalan ibadah haji kepada masa usia pra sekolah (4-6 tahun), nantinya bisa sangat berarti bagi pengetahuan dan pengembangan seluruh potensi si anak didalam menyiapkan ke jenjang pendidikan dasar serta akan berguna kelak jika mereka telah dewasa dan berkeinginan (niat) untuk melaksanakan ibadah haji.
Kita menyadari bahwa usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka adalah masa dimana terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama bagi si anak didalam mengembangkan kemampuan fisik/motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan, bahwa usia kanak-kanak memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi. Maka hal tersebut sebaiknya tidak boleh diabaikan atau dianggap hal biasa, dan seharusnya ada suatu upaya pendidikan yang memadai pada masa itu.

Menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi (30 Juni 2006) “Pada usia yang sangat dini sedang terbentuk berbagai potensi anak. Kecerdasan anak atau kemampuan belajar anak itu 50 persen sudah terbentuk pada empat tahun pertama,"

Namun demikian, sebagian besar orang tua maupun pendidik masih kurang memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki usia kanak-kanak ini. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan pendidik akan pentingnya rangsangan pendidikan di usia dini, menyebabkan potensi yang dimiliki anak kurang berkembang. Hal lain yang turut berpengaruh adalah dari keluarga dan masyarakat, harus ikut berperan penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Karena itu, mereka harus dapat memberikan contoh yang baik, karena pada dasarnya seorang anak akan senantiasa mengikuti atau mencontoh orang di sekitarnya. Orangtua pun juga perlu mengembangkan potensi diri dengan cara memperkaya ilmu pengetahuan dan informasi terkini, baik melalui media massa ataupun media elektronik. Sehingga diharapkan, orangtua bisa menjadi pusatnya informasi (tempat bertanya) yang efektif bagi anak mereka.

Perlu peningkatan pemahaman orang tua dengan melakukan sosialisasi tentang pentingnya pendidikan usia dini, dan Pemerintah juga harusnya mulai menyentuh soal ini dengan serius. Sarana dan prasarana untuk pendidikan usia dini ini masih jauh dari harapan.
(Fasli Jalal, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta, 10 Mei 2006)

Terkait dengan pemberian rangsangan pendidikan yang ditargetkan pada anak usia 4-6 tahun (pra sekolah) mengenai ibadah haji, ternyata ditemui kendala yang disebabkan oleh masih minimnya jumlah lembaga baik formal maupun non formal di dalam hal memberikan materi pengenalan ibadah haji. Meskipun ada, hanya berstatus lembaga swasta dengan biaya yang relatif mahal, sehingga tidak semua khalayak sasaran bisa mendapatkan materi seperti itu. Selain itu, bentuk penyampaian media yang ada sekarang ini untuk menginformasikan pengetahuan ibadah haji masih terbatas. Sebagian berupa buku cerita yang hanya sekedar menerangkan melalui gambar namun tidak mengajak si anak ikut terlibat bentuk latihan di dalamnya. Sebagian yang lain berupa media VCD (Video Compact Disk) ibadah haji untuk anak, namun kurang efisien karena untuk menjalankannya harus membutuhkan perangkat komputer atau player VCD dan melihat kinerja alatnya juga kurang cocok dari sisi keamanannya.

Maka didalam menyampaikan informasi pengetahuan mengenai pengenalan ibadah haji untuk anak pra sekolah (4-6 tahun), dibutuhkan sebuah media yang efektif dan tepat sasaran. Dimana media tersebut dapat memberikan pengetahuan yang jelas mengenai tata cara pelaksanaan ritual dari ibadah haji, dan sekaligus mengajari anak dalam mengembangkan kemampuan dasar melalui latihan pembelajaran kreatif (bentuk latihan tersebut tidak mengupayakan anak langsung menerima jawaban, tetapi memberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikan dengan caranya sendiri).

Minggu, 26 Agustus 2012

Pendidikan bagi anak usia dini yang utama dan pertama berada dilingkungan keluarga (pendidikan informal). Sementara lembaga pendidikan formal atau non formal sifatnya hanya menunjang pendidikan yang sudah diberikan di dalam keluarga. Oleh karena itu, peran orang tua, terutama ibu sangat strategis dalam memberikan pendidikan untuk menentukan perkembangan anak dimasa yang akan datang.
Orang tua, khususnya ibu, sebelum member pelayanan pendidikan kepada anak usia dini, hendaknya mengetahui dan memahami konsep mendidik anak, sehingga dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada anak usia dini sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Beberapa konsep mendidik anak usia dini yang harus diketahui oleh orang tua antara lain adalah :

1. Setiap Anak Yang Di Lahirkan Adalah Fitrah
Sebagaimana yang pernah disabdakan Rosululloh Shallollohu ‘alaihi wa sallam, bahwa “Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, apaka ia akan menjadi nasrani, majusi, atau yahudi itu tergantung orang tuanya. ” bertolak dari sabda Rosululloh tersebut, jelas orang tua sangat menentukan masa depan anak.
Mau kemana arah kehidupan anak, akan menjadi apa kelak, bagaimana pendidikan agamanya, bagaimana perkembangan kecerdasan bahasa, logika, intrapersonal, dan kecerdasan lainnya, itu semua sangat dipengaruhi peran orang tua dalam member pelayanan pendidikan kepada anak.
Meskipun orang tua sangat menentukan kehidupan anak kelak, bukan berarti orang tua harus bersikap otoriter, memaksakan kehendak, mengacuhkan kemauan anak, dalam hal ini orang tua hendaknya bersikap demokratis dalam mendidik atau mengasuh anak. Artinya, disatu sisi orang tua harus mengarahkan dan membimbing anak, disisi lain kehendak dan kemauan serta kebutuhan anak hendaknya diprioritaskan.

2. Setiap Anak Unik
Didunia ini belum pernah kita temui adanya dua orang anak yang sama, baik secara fisik maupun psikis, meskipun anak kembar yang berasal dari satu sel telur. Setiap anak mempunyai kekhasan sendiri-sendiri, karena setiap pribadi itu ut uh, autentik dan memiliki karakter yang berbeda. Segala bentuk keragaman dan penyamaran akan membelenggu keunikan masing-masing individu, yang pada gilirannya akan memastikan jati diri anak. Oleh karena itu, orang tua hendaknya memperhatikan keunikan mereka. Mereka tidak bisa disamaratakan, membandingkan antara anak yang satu dengan yang lain jelas tidak bisa dibenarkan, karena setiap anak membutuhkan perhatian dan perlakuan yang berbeda.

3. Anak Bukan Miniatur Orang Dewasa
Anak pada dasarnya adalah tetap anak, mereka bukan orang dewasa yang berukuran kecil. Mereka masih banyak memiliki kekurangan dan keterbatasan seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Menyikapi atau memperlakukan anak usia dini dengan cara seperti menyikapi orang dewasa jelas keliru. Orang tua hendaknya memperlakukan mereka dengan pikiran, imajinasi dan kehendaknya sendiri dengan segala keterbatasan anak.
Orang tua jangan memaksakan anak untuk mengikuti pikirannya, justru orang tualah yang seharusnya menyesuaikan dengan pikiran anak.

4. Dunia Anak Dunia Bermain
Bermain bagi anak usia dini merupakan kegiatan yang utama, artinya hampir seluruh waktu yang dimiliki anak, dimana saja, kapan saja dan dalam keadaan apa saja bermain bagi merupakan kebutuhan, sama seperti akan kebutuhan makanan, minuman, kesehatan, perawatan, kasih sayang dan lain-lain.
Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang menyenangkan, mengasyikkan, tanpa paksaan dan tanpa target. Melaui kegiatan bermain, potensi kecerdasan yang dimiliki anak dapat dikembangkan, seperti kecerdasan spiritual, logika, linguistic, interpersonal, intrapersonal, visual, music, kinestetik dan natural.

5. Anak Berkembang Secara Bertahap
Proses perkembangan anak tidak pernah berhenti, tetapi berlangsung secara bertahap. Dalam perkembangan anak, setiap tahapannya memiliki kekhasan tersendiri. Anak usia 2-3 tahun dengan 3-4 tahun memiliki kemampuan yang berbeda dalam segala aspek, seperti aspek kognisi, bahasa, sosio emosional, fisik dan seni. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaknya tidak memaksakan suatu kemampuan tertentu kepada anak, tidak sesuai dengan tahap perkembangannya.
Pemaksaan kepada anak merupakan bentuk “Pengkarbitan” yang akan menghasilkan “Kepintaran” palsu justru akan merugikan anak itu sendiri. Orang tua hendaknya memberikan pelayanan pendidikan kepada anak secara bertahap sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

6. Anak Belajar Dari Lingkungan Hidupnya
Lingkungan dimana anak berada merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan dan kepribadian anak, baik lingkungan sekolah, masyarakat, lebih-lebih lingkungan keluarga. Anak selalu merespon apa saja yang mereka lihat dan mereka dengar, tanpa mengerti dan memahami apakah itu baik, buruk, benar atau salah, sesuai atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Karena salah satu sifat anak adalah meniru apa yang mereka lihat dan dengar, anak selalu mencari model dalam kehidupannya. Ketika disekolah yang sering dijadikan model apakah gurunya, orang tua/keluarga adalah model ketika dirumah,sedangkan masyarakat merupakan model dilingkungannya. Oleh karena itu, sebagai orang tua hendaknya hati-hati dan selektif terhadap lingkungan dimana anak-anak kita tinggal. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan anak merupakan kewajiban kita bersama, agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dengan h baik, sebagaimana yang ditulis oleh Dorothy Nolte tentang beberapa aktifitas yang dilakukan oleh orang tua yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya, perlu kita perhatikan. Lihat halaman tentang “Anak Belajar Dari Lingkungan Hidupnya”

7. Anak Belajar Dari Pengalaman
Pepatah mengatakan bahwa “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Seiring dengan pepatah tersebut Dr. Vemon A. Magnesen menyatakan bahwa kita belajar 90% dari apa yang kita katakana dan kita lakukan. Teori lain mengatakan bahwa apa yang pernah kita alami atau kita lakukan sendiri tingkat retensi / endapan diotak kita jauh lebih lama (long term memory) dari apa yang kita dengar, baca atau lihat. Dalam konteks belajar, pendidikan yang terbaik bagi anak-anak adalah member kesempatan kepada mereka untuk mengalami sendiri atau menjelajah (mengeksplorasi) apa saja yang ada disekitarnya.
Biarkan mereka untuk mencoba, menggali, mencari, menemukan apa saja yang ada disekitar mereka, karena rasa ingin tahunya sangat besar. Mendampingi dan memfasilitasi mereka dalam belajar merupakan tindakan yang cerdas dan merupakan investasi yang tak ternilai harganya.


Penulis : Ari Panjang